Thursday, July 19, 2007

Laylat ar-Raghaib, Malam Permintaan yang Keramat





Laylat ar-Ragha'ib, Malam Permintaan yang Keramat
Maulana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani
Dalam Mercy Oceans Secrets of the Heart
Dikutip dari http://mevlanasufi.blogspot.com


Kita memohon dukungan dari guru kita Syaikh Muhammad Nazhim al-Haqqani dan kita memohon pula dukungan dari Allah SWT dan Rasulullah SAW. Malam ini adalah malam yang sangat berharga. Laylat al-Ragha'ib (Malam Permintaan yang Keramat) yang merupakan salah satu malam yang paling penting dalam sejarah Islam dan bagi seluruh ummat manusia.

Ini adalah malam di mana Rasulullah SAW ditransfer dari ayahnya kepada rahim ibunya dan jatuh pada hari Jum'at pertama di bulan Rajab. Semua yang kalian minta di malam ini akan dikabulkan oleh Allah SWT demi kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Bangsa Arab dan
negri-negri Islam lainnya merayakan malam ini dengan memanjatkan segala do'a kepada Rasulullah saw, mengingat kembali riwayat hidup beliau dan mengingat Allah SWT dalam hati, dengan mengunjungi masjid dan tinggal di sana sampai terbit fajar. Mereka tidak
tidur. Sayangnya, di negara ini, tidak ada yang tahu (khususnya para muslim) bahwa malam yang paling berharga ini telah tiba.

Bagaimana Allah swt mendukungmu di negara ini, bagaimana Islam akan tersebar di negara ini, jika bahkan para Muslimnya saja tidak mengetahui kapan jatuhnya malam yang sangat berharga ini? Ini adalah malam di mana kalian harus mengisinya dengan membaca al-Qur'an, mengucapkan Nama-Nama Allah, membaca riwayat hidup Nabi Muhammad saw, bershalawat kepadanya, dan bermunajat kepada Allah.

Tiada yang mengetahuinya. Lihatlah semua masjid, bahkan tidak ada yang berbicara mengenai malam ini. Bahkan tidak ada pula yang mengatakan bahwa ini adalah bulan Rajab dan kalian harus berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Siapa yang berpuasa? Sangat sedikit orang yang berpuasa dan mengingatnya. Di antara mayoritas Muslim, tidak ada yang berpikir, tetapi tetap saja mereka ingin menyebarkan Islam di mana-mana. Bagaimana ini akan terjadi bila kita, ummat Muslim tidak memulainya dengan diri kita sendiri sebelum berpaling kepada orang lain.

Kita memohon kepada Allah agar mengubah hati ummat Muslim yang mengabaikan puasa di bulan Rajab dan membuat mereka menghargai bulan ini sebagaimana layaknya. Di negara kami, dengan seizin Syaikh, kita tidak tidur di bulan ini. Tadi malam Maulana Syaikh Nazhim merayakan malam ini di Nikosia bersama 500 orang, dengan melakukan shalat, dzikir, memberi ceramah, lalu menyuruh orang-orang agar pulang ke rumahnya masing-masing untuk melakukan segala macam shalat dan berdo'a hingga fajar. Di sini, bahkan tidak ada orang yang berpikir bahwa malam ini berbeda dengan malam-malam lainnya.

Sesungguhnya jika bukan karena malam ini, Islam tidak akan pernah ada. Cahaya yang telah diciptakan Allah dalam diri Sayyidina Adam as terletak di dahi, dan Adam as bertanya kepada Tuhannya, ketika Dia menciptakannya dan menempatkan ruh ke dalam tubuhnya, "Wahai Tuhanku, lampu apa ini, cahayanya selalu bersinar di dahiku?" Dia berkata, "Wahai Adam, cahaya itu adalah cahaya Nabi dan Rasul-Ku yang tercinta, cahaya hamba-Ku Muhammad saw. Dari cahaya itu Aku telah menciptakan kamu. Aku telah menciptakan dia lebih dahulu sebelum Aku menciptakan kamu, dan Aku tempatkan cahaya itu di kepalamu. Cahaya itu diteruskan kepada Nuh as, dari Nuh as kepada Ibrahim as, dan dari Ibrahim as kepada Isma'il as dan seterusnya sampai pada Rasulullah SAW.

Jika bukan untuk Rasulullah saw Allah tidak akan menciptakan seluruh alam semesta ini. Ketika Dia memerintahkan kalam untuk menulis, LA ILAHA ILLALLAH, tidak ada Tuhan selain Allah , kalam itu menulis selama 70.000 tahun dalam ukuran Allah SWT. "Wa inna yawman 'inda rabbika ka'alfi sanatin mimma ta'uddun", artinya: "Sehari di sisi Tuhanmu adalah 1.000 tahun menurut perhitunganmu" (al-Hajj 47). Bayangkan rentang waktu selama 70.000 tahun surgawi, akan setara dengan 25.550.000.000 tahun menurut perhitungan manusia, jadi selama itu kalam menulis.

Ketika kalam selesai menulis, dia berhenti. Allah swt berkata kepada kalam itu, "Wahai kalam, tulislah Muhammadun rasulullah." Kemudian kalam itu menulis lagi selama 70.000 tahun. Lalu kalam itu bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang yang terhormat ini, Muhammad saw yang Engkau tempatkan Namamu bersama namanya?" Dan Allah berfirman, "Ikhsa' ya qalam, lawla Muhammadun ma khalaqtu ahadan min khalqi." "Diam, wahai kalam! Jika bukan untuk Muhammad saw, Aku tidak akan menciptakan seorang pun."

Tidak ada yang mengetahui kapan kalam itu mulai menulis kalimat LA ILAHA ILLALLAH, dan tidak ada yang mengetahui kapan kalam itu mulai menulis MUHAMMADUN RASULULLAH. Masa itu disebut "azal" dalam bahasa Arab, berarti pra-keabadian, suatu masa yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Allah . Nama Rasulullah sudah ada pada saat itu. Dan jika nama itu berada di sana, apakah kamu pikir dia tidak berada di sana? Bila kamu memberi nama kepada seseorang, maka orang itu harus ada, paling tidak secara spiritual.

Oleh sebab itu, apa pun sanjungan yang kamu berikan kepada Rasulullah, apa pun pujian yang kamu berikan, kalian masih tetap menganggapnya remeh. Salah satu Wali besar berkata, "Berikan kemuliaan kepada Rasulullah saw dan pujilah dia, tetapi jangan katakan kepadanya sebagaimana orang Kristen berkata tentang Rasul mereka." Hal ini berarti jangan katakan bahwa beliau adalah Tuhan. Hanya Allah Tuhan kita, yang lain adalah budak.

Ini adalah keyakinan para Sufi. Pengikut Sufi percaya bahwa Allah Maha Esa, dan segala sesuatu adalah hamba-Nya. Jangan berpikir bahwa para Sufi sejati mempunyai iman yang berbeda. Sufi sejati mengetahui bahwa hamba adalah hamba dan Allah adalah Tuhan. Para pembaharu memproklamasikan dirinya sebagai Sufi, namun mereka meninggalkan toilet tanpa mengetahui bagaimana cara membersihkan diri mereka! Ini tidak bisa dianggap sebagai Sufi sejati, mereka tidak bisa dianggap apapun!

Para pengikut Sufi harus menjaga syari'at Rasulullah, mereka harus tetap menjaga seluruh kondisi dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah kepada kita, mereka percaya bahwa Allah Maha Penyayang kepada setiap orang. Ini adalah Rahmat dari Allah. Tetapi walaupun Allah Maha Penyayang, kita harus menunjukkan rasa terima kasih kita, dengan menyembah-Nya dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan-Nya kepada kita. Itulah alasan mengapa Allah menuntut penyembahan kita. Atau apakah kamu pikir bahwa alasan kita menyembah-Nya adalah untuk menambah Kebesaran-Nya? Ibadah kita murni merupakan ukuran rasa terima kasih karena Allah telah menciptakan kita dan memberi kita kemuliaan semacam itu.

Jangan berpikir bahwa para Sufi dapat menerima pandangan yang mengatakan bahwa Sufisme bertentangan dengan syari'? Ini tidak pernah menjadi masalah, dan tidak akan menjadi masalah. Dari Rasulullah saw, Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Sayyidina ‘Ali ra dan seluruh guru Sufi, semuanya menghormati dan menjaga syari'at sepenuhnya. Yang kami maksud adalah guru Sufi sejati, bukan anak-anak yang memproklamirkan dirinya sebagai guru Sufi dan membawa seluruh khuza'balat, ide-ide bodoh dan omong kosong diberikan kepada sufisme. Apakah Sufisme seperti ini?

Sufisme berarti bahwa kalian tidak mengangkat kepalamu dari posisi sujud. Kalian lihat, mereka tidak memelihara janggut, tidak memakai turban, tidak memperhatikan sunnah Rasulullah saw, dan tetap mengaku sebagai guru Sufi dan berbicara mengenai Jalaluddin ar-Rumi q atau Muhyiddin ibnu al-'Arabi q, atau Abu Yazid al-Bistami q. Abu Yazid al-Bistami, Muhyiddin ibnu al-'Arabi dan Jalaluddin ar-Rumi menyangkal mereka! Para Awliya ini tidak menerima mereka karena mereka akan bertentangan dengan syari'at.

Guru Sufi yang palsu bahkan mengaku bahwa kita tidak perlu berwudhu. Bagaimana mungkin wudhu tidak diperlukan? Salah satu Nama Rasulullah saw adalah Nabi dari "orang-orang yang bercahaya", al-ghurr al-mujjalin. "Orang pertama yang akan kupanggil menghadapku untuk masuk ke dalam surga dan bertemu dengan Allah di surga dan tetap bersamaku adalah mereka yang anggota tubuhnya bercahaya seperti cahaya matahari karena dibasuh dengan wudhu" (Bukhari-Muslim). Setiap orang di antara kalian yang selalu menjaga wudhunya akan termasuk orang-orang yang beruntung itu.

Ketika Abu Huraira ra ditanya mengapa beliau membasuh anggota tubuhnya dengan air melebihi yang diperlukan, beliau menjawab bahwa beliau ingin seluruh anggota tubuhnya bersinar pada hari itu. Lalu bagaimana mungkin 'orang yang mengaku Sufi' berkata bahwa wudhu tidak diperlukan? Mereka mengaku bahwa mereka melakukan wudhu dengan cara menghirup, lalu mengeluarkan semua kotoran mereka.

Ini lebih baik dilakukan di kamar mandi, bukan di masjid. Kalian hanya bisa masuk ke masjid setelah melakukan wudhu! Tidak ada satu pun yang dapat membersihkan kalian kecuali dengan wudhu. Kami membantah apa yang mereka katakan. Mereka yang mengaku Sufi itu bukan Sufi sejati tetapi sesungguhnya menentang sufisme, dan merekalah yang memberi citra buruk kepada sufisme.

Rasulullah saw bertanya kepada Sayyidina Bilal ra, "Wahai Bilal, Aku mendengar langkahmu di surga. Apa yang kamu lakukan (untuk mendapat penghargaan semacam ini)?" Bilal menjawab, "Wahai Rasulku tercinta, setiap kali aku berwudhu baik di siang hari maupun ketika aku bangun di tengah malam untuk berwudhu (setelah pergi ke kamar kecil), aku melakukan shalat wudhu minimal dua rakaat" (Bukhari-Muslim).

Kita tidak meringankan tubuh kita seperti halnya binatang, tanpa membersihkan diri, kemudian kita melangkah ke dalam masjid dan berkata bahwa kita akan melakukan shalat. Kita tidak mengatakan hal ini kepada Muslim yang baru, tetapi kepada Muslim yang telah lama. Kita mendiskusikan hal ini dengan terbuka karena, "la haya'a fid din" "tidak perlu malu dalam urusan agama" (hadits).

Rasulullah bersabda, "Aku takut ummatku nanti akan melakukan shalat tanpa membersihkan diri setelah mereka membuang urin." (hadits, Rasulullah suatu ketika melewati dua kuburan, kedua orang yang dimakamkan di sana telah disiksa. Beliau bersabda, "Salah satu di antara mereka tidak pernah melakukan tindakan untuk mencegah dirinya dikubur dengan urinnya sendiri, dan seterusnya." Bukhari, Jana'iz bab 80).

Banyak orang di sini yang pergi ke kamar kecil dan keluar tanpa membersihkan diri mereka, kemudian melakukan wudhu dan shalat, hal ini tidak dapat diterima. Dalam kasus ini shalatnya tidak diterima. Kalian harus menyiram dan membersihkan dirimu ketika kamu membuang urin. Jika kalian tidak membersihkan dirimu, kalian tidak bisa melakukan shalat.

Saya ulangi bahwa ini adalah untuk orang yang sudah lama menjadi Muslim, bukan untuk yang baru menjadi Muslim. Kalian harus membersihkan diri sebelum kalian melakukan shalat. Bagaimana kalian akan berdiri (dalam shalat) menghadap Allah dan berharap agar shalatmu diterima? Shalatmu tidak akan diterima, meskipun itu lebih baik daripada tidak di bandingkan dengan orang yang tidak shalat sama sekali.

Setiap orang harus membersihkan dirinya baik secara fisik maupun spiritual. Tidak cukup hanya dengan mengatakan, "Aku telah membersihkan diriku secara spiritual." Untuk para pemula, lupakan, tetapi bagi kita, kita harus datang untuk shalat dalam keadaan bersih, baik di masjid maupun di rumah. Kalian harus sangat berhati-hati dalam masalah ini.

Jangan membuang urin sembarangan sebagaimana yang dilakukan oleh anjing, keledai, atau monyet, tanpa merasa malu karena Syaikh tidak melihatmu. Jika Syaikh tidak melihatmu, kedua malaikat di pundakmu bisa melihatmu. Jika mereka pun tidak melihatmu, Allah melihatmu. Tidakkah kalian merasa malu terhadap hal ini? Pergilah ke kamar kecil di bandara atau di pom bensin di Amerika, di sana, tidak ada orang yang merasa malu berpakaian tidak selayaknya, berdiri dan membuang air seperti anjing! Apakah ini yang dinamakan hormat dan adab? Kalian harus berada dalam ruangan tersendiri agar tidak ada orang yang bisa melihatmu. Itulah adab yang diajarkan oleh Islam. Islam mengajarkan kalian untuk selalu menghormati orang, termasuk dirimu sendiri.

Sayyidina 'Ali ra, semoga Allah mengangkat derajatnya, tidak pernah selama hidupnya melihat bagian-bagian tubuhnya yang sifatnya pribadi. Itulah sebabnya beliau menerima kehormatan yang begitu tinggi, penghargaan yang kita ucapkan setelah menyebutkan namanya, "karramallahu wajhahu", yang secara harfiah berarti, "Semoga Allah swt memuliakan wajahnya." Beliau tidak pernah membiarkan matanya melihat bagian tubuh pribadinya.

Bagaimana dengan kita dewasa ini? Kita meninggalkan bagian tubuh pribadi kita, lalu mencari kepunyaan orang lain dan bahkan menggambarkannya! Di televisi, mereka mengajarkan setiap orang termasuk anak-anak bagaimana cara berkencan dan bagaimana cara melihat bagian tubuh pribadi masing-masing. Peradaban macam apa ini? Ini adalah suatu kebodohan. Kehidupan binatang lebih baik daripada seperti ini.

Kita terlalu banyak melakukan dosa. Kita memerlukan jalan yang aman dan cepat untuk mencapai Tuhan kita. Kita harus mengetahui bahwa Malam Permintaan Yang Keramat ini adalah salah satu jalan untuk mendekati-Nya. Ke mana pun kita memandang, kita temukan diri kita dalam keadaan berdosa, itulah sebabnya kalian harus mencari tempat di mana orang-orang membuat suatu pertemuan demi Allah, mereka mengingat Allah swt dan mengingat Rasulullah saw, sehingga kalian dapat mendekati-Nya dengan cepat. Oleh sebab itu jangan melewatkan pertemuan semacam itu.

Wa min Allah at-tawfiq bi hurmat al-Fatiha
wassalam, arief hamdani

1 comment:

M.E. Irmansyah Nursan Iskandar said...

Maaf ya. Haqani itu adalah manusia biasa yang juga banyak dosa. Jadi tidak perlulah di hebat-hebatkan. Karena tarekat itu sudah bid'ah dan yang bid'ah itu adalah penghuni neraka. Islam tidak mengenail mursid atau perantara. Langsung meminta kepada Allah. Setelah AHMADIyah tinggal Haqani juga harus dilenyapkan. Murnikan Islam dari pengaruh orang orang non Arab.