Tuesday, November 1, 2005

Saints of Scholar

Sebuah kisah nyata dari kehidupan seorang Wali Besar, Sultan dari para Wali Shaykh Abdullah Faiz Daghestani (q) 1891M-1973M, Guru besar ke 39 dari tariqah sufi yang mulia Naqshbandi, semoga Allah memberkahi Beliau.

Seperti yang dituturkan oleh: Mawlana Shaykh Hisham Kabbani (q), chairman of Islamic Supreme Council of America.


Saints of Scholar


Grandshaykh Abdullah, adalah seseorang yang luar biasa di masanya. Walaupun beliau adalah seorang yang buta huruf. Ketika beliau berbicara, para Ulama Besar, yang dipenuhi ilmu pengetahuan huruf akan duduk di hadapan beliau seperti anak kecil, tanpa berkata sedikit pun. Beberapa ulama terkemuka di Damaskus biasanya akan mendatangi pertemuan beliau dengan sembunyi, duduk di belakang agar tidak diketahui oleh lingkaran para ulama lainnya.

Salah satu dari paman kami adalah presiden dari Asosiasi Ulama Muslim Lebanon. Paman kami adalah seorang yang sangat cerdas melampaui para ahli hukum Islam lainnya saat itu. Dia dikenal dengan julukan “ensklopedi berjalan” untuk ilmu fiqih, tafsir Qur’an, sirah dari Nabi Muhammad saw. Perpustakaan paman kami mempunyai 30.000 judul buku dan dia telah membaca semuanya.

Setiap saat seorang presiden atau perdana mentri dari Negara-negara Timur Tengah datang ke Lebanon, biasanya juga akan mengunjungi paman. Dia menulis banyak opini editorial untuk Koran-koran di Arab. Setiap orang mencari opini beliau untuk menetapkan permasalahan yang sulit dalam bidang Fiqih, bahkan para ulama Al-Azhar pun mencari beliau untuk masalah –masalah yang sulit.

Suatu hari saya dan abang saya mengajak paman untuk ikut bersama kami menemui Grandshaykh Abdullah. Dia berkata” Mengapa saya perlu bertemu guru lagi? Apakah dia membaca lebih banyak dari saya?” kami terus memaksanya, sampai akhirnya dia setuju dan tentunya bagi ulama sekaliber dia ini adalah keputusan yang tidak mudah.

Kami berangkat dari Beirut menuju Damaskus, dan tiba di rumah Grandshaykh yang penuh berkah tiga jam kemudian. Begitu kami tiba di depan pintu, beliau membukanya dan berkata ”Selamat datang, aku telah menantimu” tindakan tak terduga ini melumerkan paman kami, kami masuk ke dalam dan duduk. Shaykh Abdullah berkata kepada paman “Engkau adalah Ulama, dan aku harus mengakui bahwa engkau adalah seorang Ulama yang terkemuka, namun dalam suatu pertemuan, hanya satu orang yang boleh berbicara, engkau yang akan berbicara atau aku? Engkau yang memutuskan”.

Paman kami dengan salah tingkah,berkata ”Tidak, saya seorang tamu. Jika engkau yang menjadi tamu, maka aku yang akan bicara” Grandshaykh kemudian berkata kepadanya ”Baiklah kalau begitu, apakah engkau mau menggunakan kamar mandi sebelum saya mulai?” ini adalah cara beliau untuk berkata ”Begitu aku berbicara janganlah engkau potong” paman kami berkata “Ya. Saya perlu untuk memperbarui wudhu“ ini adalah keajaiban kedua bagi paman kami.

Grandshaykh mulai berbicara dengan membaca ayat,”Taatlah engkau kepada Allah, taatlah engkau kepada Rasul dan siapa saja yang mempunyai otoritas atas diri kamu” (4:59). Kemudian beliau berbicara terus tanpa henti. Kami mulai bergerak ke kiri dan ke kanan, mulai gelisah, tapi tetap saja Grand shaykh terus berbicara dan saya juga sambil tetap membuat catatan dengan rinci. Beliau selesai setelah berbicara empat jam. Paman kami, yang mendengarkan dengan perhatian penuh, tiba-tiba mencium tangan grandshaykh. Tidak pernah sekalipun saya melihat paman saya mencium tangan seseorang bahkan istrinya sekalipun, kami sangat terkejut. Setelah shalat magrib, grandshaykh menyiapkan makan malam. Setelah itu kami berangkat pulang menuju Libanon.

Begitu paman kami duduk di dalam mobil, paman kami mulai menangis. Ini kejutan lagi, karena saya tidak pernah melihat dia menangis. Dengan air mata yang mengalir dia berkata:

Jika aku akan menulis sebuah buku tentang apa saja yang Shaykh Adullah katakan, maka aku akan menuliskan satu volume untuk setiap kalimat. Apa yang beliau bicarakan hari ini adalah hal yang telah lama menjadi pertanyaan yang pelik bagi pikiran para ulama, bukan ulama biasa, tetapi para Ulama Besar serta para filsuf, bahkan itu juga menjadi pertanyaan yang membingungkan pikiran para wali. Ada tujuh pertanyaan yang menjadi teka-teki setiap orang dan sebelum kita berangkat dari Beirut, aku menyimpannya di pikiranku. Hingga hari ini tidak seorangpun yang mampu menjawab salah satu dari pertanyaan ini. Dan tanpa aku menyebutkan pertanyaan tersebut, Grandshaykh menjawab seluruh tujuh pertanyaan itu!

Grandshaykh membicarakan topik tentang hakikat manusia (haqiqat al-insan), dan manusia sempurna (insan kamil), apakah hakikatnya dan dan darimana hakikat ini berasal.

Ini disebutkan dalam Hadist dari Rasulullah saw, bahwa setiap orang mempunyai tujuh nama surgawi di Hadirat Ilahi, setiap nama untuk setiap tingkatan di surga. Untuk setiap orang akan dinamai sesuai dengan tingkatan surga yang akan dicapai. Setiap nama dimulai dengan Abdul atau hamba dari-, contohnya abdul Karim atau abdur Razaq. Setiap nama berhubungan dengan setiap Asma Allah, dan setiap nama berbeda dengan lainnya. Di dunia ini, banyak orang yang mempunyai nama yang sama, tapi di Hadirat Ilahi, setiap nama adalah unik dan tidak mungkin ada yang sama terulang. Setiap nama dimulai dengan “abd” dan diakhiri dengan Asma Allah. Beberapa ulama berkata ada 99 nama Allah dan sifatnya, ini adalah nama yang essensial, tapi pada hakikatnya ada jumlah tak tak terhingga untuk Nama Allah, setiap nama berbeda dan memang Tuhan adalah Sumber tanpa batas dari seluruh sifatNya yang terwujud dalam ciptaannya yang tanpa batas. Ini merefleksikan Kebesaran dari Tuhan!

Yang lebih penting lagi, pertanyaan yang menjadi teka-teki para ulama dari zaman Nabi saw hingga sekarang adalah “Apakah nama Allah yang paling Agung (ismullah al-adham)?” semua Nabi bertanya tentang hal ini dan Tuhan hanya sedikit memberi petunjuk untuk menjawab mereka. Nabi Musa as pernah menanyakan nama ini. Para ulama begitu ingin mengetahui nama ini. Paman kami melanjutkan “Aku juga mempunyai pertanyaan itu di pikiranku dan beliau mengungkapkannya seperti seseorang bercerita kepada anak kecil! Aku tidak melihat sedikitpun dari pengetahuan yang aku miliki mempunyai nilai lagi terhadap apapun yang Grandshaykh bicarakan kepadaku tentang nama dan bagaimana kita mengetahuinya.

Grandshaykh telah menerangkan bahwa Nama Allah TerAgung tersembunyi di dalam setiap manusia, al-insan. Ini artinya Tuhan telah menciptakan manusia sebagai penerima kehormatan yang besar, yang berada di dalam hatinya disitulah Nama tersebut ada. Jika seseorang menggali hatinya, maka akan menemukan Nama tersebut. Lebih dari itu tidak bisa disebutkan lagi dalam tulisan ini.

Sejak saat itu, paman kami tidak pernah henti berkata, “Saat yang paling berharga dalam hidupku adalah pertemuan dengan Shaykh Abdullah”.

Di-post oleh M. Revaldi di milis Muhibbun Naqsybandi

No comments: