Dzul Hijjah: Bulan Kurban
Imam Ghazali menyatakan dalam Kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din, “Puasa sangat dianjurkan pada beberapa hari yang istimewa, di antaranya dapat ditemukan pada setiap tahun, yang lain ada pada setiap bulan, dan yang lainnya dalam setiap minggu. Yang dapat ditemukan pada setiap tahun setelah Ramadhan adalah:
· Hari ‘Arafa (9 Dzul Hijjah)
· Hari ‘Asyura (10 Muharram)
· 10 hari pertama di bulan Dzul Hijjah
· 10 hari pertama di bulan Muharram
Kita dianjurkan untuk berpuasa pada bulan-bulan yang dimuliakan, yaitu: Dzul Qaidah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab.”
Keutamaan 10 Hari Pertama di Bulan Dzul Hijjah
“Demi Fajar! Dan malam yang sepuluh! Dan yang genap dan yang ganjil!” (Al Fajr: 1-3)
Allah swt telah memberkati Jumat sebagai hari yang terbaik dalam seminggu, Ramadhan sebagai bulan terbaik dalam setahun, dan 10 hari terakhirnya sebagai hari-hari terbaik di bulan Ramadhan. Serupa dengan hal itu Dia juga telah menyatakan sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah sebagai periode yang penuh dengan kebaikan.
Untuk membedakannya, Allah memanifestasikan kesucian periode “Sepuluh Malam” ini dalam Al-Qur’an. Menurut sejumlah ulama dalam Islam, ‘Sepuluh Malam’ merujuk pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan atau sepuluh hari pertama di bulan Muharram atau lima hari ganjil terakhir di bulan Ramadhan, yang juga termasuk, Malam Kemuliaan, Kedua Malam ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha, Mi’raj, ‘Arafa, dan Malam Pertengahan (Nisfu) Sya’ban. Tetapi sebagian besar ulama itu percaya bahwa ’Sepuluh Malam’ itu merujuk pada 10 malam pertama di bulan Dzul Hijjah. Alasannya karena haji dilaksanakan selama periode ini.
Ditambah lagi dengan adanya hari ‘Arafa yang jatuh pada tanggal 9 Dzul Hijjah. Sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah adalah hari-hari yang terpenting dalam setahun dan hari ‘Arafa adalah hari yang terpenting di antara yang sepuluh itu. Oleh sebab itu merupakan hari terpenting dalam setahun. Allah swt memberikan kemuliaan terbesar kepada hamba-Nya dengan jalan mengampuni mereka. Kebahagiaan di Akhirat sangat dipengaruhi oleh pencarian terhadap ampunan Allah, hari ‘Arafa adalah hari pengampunan. Rasulullah saw bersabda bahwa Muslim yang berpuasa di hari ‘Arafa akan diampuni dosa-dosanya sepanjang tahun.
Selain itu masih ada lagi hari yang baik di bulan ini, yaitu Hari Raya Kurban atau ‘Iedul Adha yang jatuh pada 10 Dzul Hijjah. Ini adalah hari di mana Nabi Ibrahim as diuji untuk mengorbankan putra yang paling dicintainya, Nabi Ismail as sehingga setiap Muslim dianjurkan untuk memperingati peristiwa ini dan mengambil hikmahnya.
Rasulullah saw mengamati bahwa sepuluh hari pertama ini adalah periode untuk berdo’a, memohon, shalat dan ibadah lainnya. Di laporkan dari Abu Hurara ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada hari-hari lain yang lebih disukai Allah daripada 10 hari pertama di bulan Dzul Hijjah.” Puasa di siang harinya adalah sama dengan puasa setahun penuh, dan ibadah di malam harinya setara dengan ibadah di malam Lailatul Qadar. (Tirmidzi dan Ibnu Majah).
‘Abd Allah ibn Mas’ud berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada hari lain dalam setahun di mana suatu perbuatan baik mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan hari yang sepuluh (yakni 10 hari pertama di bulan Dzul Hijjah).” Seseorang bertanya, “Bagaimana dengan berjihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Bahkan dibandingkan jihad di jalan Allah.” Haytami berkata, “Tabarani meriwayatkan hal itu dalam al-Mu’jam al-Kabir dan semua perawi hadits dalam rantai transmisinya adalah perawi yang sahih.
Juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada hari-hari yang lebih disukai oleh Allah selain di 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Jadi dalam periode ini perbanyaklah tasbih (Subhanallah), tahlil (La Ilaha Ilallah), tahmid (Alhamdulillah), dan takbir (Allahu Akbar).” (Tabarani)
Hazrat Abu Qatadah al-Ansari ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah ditanya mengenai puasa di hari ‘Arafa (9 Dzul Hijjah). Beliau bersabda, “Puasa itu bisa menggantikan dosa-dosa kecil di tahun sebelumnya dan tahun yang akan datang.” (Muslim) Puasa ini adalah Mustahab, tidak berdosa jika tidak melakukannya.
Juga diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang tetap terjaga dan melakukan ibadah di malam ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha, hatinya tidak akan mati ketika hati orang-orang yang lain mati.” (Targiib)
Hazrat Muadz bin Jabal ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jannat (surga) adalah wajib bagi siapa yang tetap terjaga dengan niat beribadah pada malam 8, 9, dan 10 Dzul Hijjah, malam ‘Iedul Fitri dan malam nisfu Sya’ban.” (Targiib)
Rasulullah saw bersabda, “Siapa pun yang berpuasa pada tanggal 1 Dzul Hijjah seolah-olah dia ikut dalam Jihad di jalan Allah selama 2.000 tahun tanpa istirahat sedikit pun. Bagi yang berpuasa di hari kedua seolah-olah dia telah beribadah kepada Allah selama 2000 tahun dan puasa di hari ketiga seolah-olah dia telah memerdekakan 3.000 budak di masa Nabi Ismail as. Untuk puasa di hari keempat dia menerima ganjaran sama dengan 400 tahun ibadah. Untuk hari kelima ganjarannya setara dengan memberikan pakaian kepada 5.000 orang yang telanjang, puasa di hari ke-6 setara dengan ganjaran bagi 6.000 syuhada dan puasa di hari ketujuh, semua pintu di ketujuh neraka menjadi haram baginya dan untuk puasa di hari kedelapan, seluruh pintu surga akan dibuka baginya.” Di narasi yang lain disebutkan bahwa puasa pada hari pertama Dzul Hijjah bagaikan khatam Al-Qur’an sebanyak 36.000 kali. Catatan: puasa-puasa tersebut adalah Mustahab, tidak ada keharusan untuk melakukannya. Selain itu kita juga dilarang berpuasa pada hari Tasyrik (hari ke-11, 12, dan 13 bulan Dzul Hijjah) sebagaimana `Aisyah ra dan Ibnu `Umar ra meriwayatkan bahwa tidak seorang pun diperbolehkan berpuasa pada hari Tasyrik, kecuali mereka yang tidak mampu berkurban.
‘Iedul Adha (Hari Raya Kurban)
‘Shalat ‘Ied adalah sunnah Mu’akkad atau sunnah yang sangat dianjurkan dan lebih baik bila dikerjakan secara berjamaah. Dalam Mahdzab Hanafi shalat ini adalah wajib dan harus dilakukan oleh seluruh orang yang telah memenuhi persyaratan seperti ketika melakukan shalat Jumat, yakni laki-laki dewasa yang berbadan sehat dan tinggal di daerah setempat di mana shalat dilaksanakan.
Selain itu disunnatkan atau diwajibkan dalam Mahdzab Hanafi bagi setiap Muslim dewasa dan wanita untuk mengorbankan minimal satu ekor biri-biri atau kambing saat ‘Iedul Adha. Ini bisa dilakukan setelah shalat di hari pertama hari raya sampai dengan waktu matahari terbenam di hari kedua. Orang boleh mewakilkan orang lain untuk melakukan pengorbanan itu, baik di tengah kehadirannya atau tidak.
Dianjurkan pula untuk tidak makan sesuatu sampai selesai mengerjakan shalat.
Juga dianjurkan untuk mandi sebelum shalat, kapan saja setelah subuh, bahkan jika seseorang tidak ikut melakukan shalat.
Dianjurkan bagi laki-laki untuk mengenakan pakaian terbaiknya dan menggunakan parfum. Disunnatkan untuk pergi ke Masjid lebih awal dan dengan berjalan kaki, kemudian pulang ke rumah dengan rute yang berbeda. Lebih disukai untuk shalat berjamaah di lapangan terbuka daripada di masjid.
Di-post oleh Yayasan Haqqani Indonesia
Friday, December 29, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment