Sunday, August 13, 2006

Mencapai Pemenuhan Potensi Diri Anugerah dari Tuhan Kita

Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
In The Mystic Footsteps of Saints, Vol.1


Mencapai Pemenuhan Potensi Diri Anugerah dari Tuhan Kita:
Kisah Sunbul Efendi

Sunbul Efendi adalah seorang Grandsyaikh yang tinggal di Konstantinopel sekitar empat ratus tahun yang lalu. Beliau mempunyai banyak murid: beberapa orang diantaranya murid lama yang sudah bersama Beliau sejak lama, tapi ada seorang murid yang masih muda yang baru saja bergabung dengan Syaikh, dan sangat jelas kelihatan betapa Syaikh sangat menyayangi orang muda ini dibanding murid lain dan hendak mempersiapkan dia menjadi penerus Beliau sebagai Syaikh.

Situasi ini membangkitkan rasa dengki di hati beberapa murid angkatan lama. Jika tidak karena rasa dengki maka tidaklah akan ada api neraka. Dengki adalah api, tapi tiada yang bisa melihat nyala api itu kecuali para Wali Allah: dan mereka melihat nyala api merambat dari hati seseorang ke hati yang lainnya dan memenuhi seluruh dunia ini. Hanya beberapa gelintir manusia yang bisa selamat dari jilatan kobaran bara api ini, nyala api yang membuat dunia ini menjadi neraka.

Sunbul Efendi bisa merasakan dengki yang ada di hati sebagian muridnya, walau mereka dengan sangat hati-hati menyembunyikannya, bahkan dari diri mereka sendiri. Beliau tahu bahwa perlu bagi Syaikh untuk menunjukkan kepada murid-muridnya mengapa Beliau memberikan perhatian khusus tertentu kepada murid baru ini, sekaligus untuk menunjukkan mengapa pemuda ini yang paling pas untuk menjadi penerusnya.

Suatu hari Syaikh bertanya kepada salah seorang murid lama, "Aku hendak bertanya suatu pertanyaan hipotetis (pertanyaan yang bersifat berandai-andai, penerj.). Tentu saja hal ini mustahil akan sungguh terjadi, tapi jika kamu adalah seorang Penguasa dunia ini, dan memegang kendali Kekuasaan Ilahiah, apa yang akan kamu lakukan, peraturan macam apa yang akan kamu terapkan?". Sang murid menjawab, "Baiklah, pertama-tama tentu saja hal ini mustahil terjadi, segala puji bagi Allah! Akan tetapi, jika Syaikh memintaku untuk membayangkan hal yang sungguh bersifat berandai-andai seperti ini, saya akan, jika saya mampu, menghentikan segala bentuk ketidaksenonohan di masyarakat. Saya akan menutup semua pertunjukkan kabaret, semua bar, bahkan semua warung kopi karena warung kopi adalah tempat tumbuh dan berkembangnya semua bibit-bibit kemunkaran, yang akan dicangkokkan dilain waktu ke bar-bar". Syaikh berkata, "Hal itu sangatlah patut, tidak diragukan lagi tindakan itu patut dipuji".

Lalu Syaikh bertanya kepada murid lama yang satunya lagi apa tindakan yang akan diambilnya apabila dia berkuasa. Murid itu berkata: "Aku akan memastikan bahwa setiap muslimah menutup aurat dengan sepatutnya dan berlaku sopan. Aku tidak akan membiarkan selembar rambutpun tampak keluar dari jilbab mereka. Segala sesuatu akan ditempatkan sesuai aturan, dan aku akan membuat aturanku ditegakkan dengan pedang dan tongkat". "Wahai anakku," kata Syaikh, "kamu adalah orang yang sangat penting."

Lalu Syaikh bertanya kepada si murid baru apa yang akan dilakukannya jika dia berkuasa untuk memerintah dunia. "Wahai Syaikh ku, jika aku berada dalam posisi itu aku akan membiarkan segala sesuatu berlangsung seperti apa adanya. Aku tidak akan pernah ikut campur mengubah ketentuan takdir." Lalu Syaikh berkata: "Anakku, engkau telah memberikan jawaban yang benar."

Pemahaman dari murid baru mencerminkan kebijaksanaan, karena orang bijak memahami apa sesungguhnya tujuan Tuhan dalam membiarkan merebaknya kebaikan sekaligus juga keburukan. Kalau tidak, bagaimana orang baik bisa membuktikan kebaikannya? Jika tidak ada godaan maka orang tidak harus memilih antara menolak atau menyerah pada godaan. Jika demikian halnya, maka umat manusia akan kehilangan satu hal yang membedakannya dari ciptaan Allah lainnya, dan sesuatu yang merupakan kemuliaan yang telah dikaruniakan kepada kita.

Tuhan telah menetapkan adanya keseimbangan dalam kehidupan ini, suatu keseimbangan antara baik dan jahat, iman dan kafir, kepatuhan dan keingkaran. Jika dunia tiba-tiba saja dipenuhi hanya oleh orang-orang yang taat maka keseimbangan itu akan sirna. Tuhan kita telah memberi kita kehendak bebas ( free will) untuk memilih jalan yang ini atau yang itu, dan hanya dengan menjalani pilihan kita maka kita bisa mencapai pemenuhan potensi diri kita. Tiada yang lebih disukai Allah daripada tobat kita, daripada mengerahkan tekad untuk berpaling dari tarikan syahwat. Tanpa tekad dan kesungguhan itu maka kita hanyalah merupakan sekumpulan binatang jalang. Jadi, jika bukanlah karena kejahatan maka kita tidaklah akan pernah punya jalan untuk mencapai potensi tertinggi kita.

Karena sang murid baru telah memahami bahwa kebaikan maupun kejahatan sama perlunya, dan bahwa keduanya merupakan kehendak Tuhan, pemahamannya lebih mendalam dari pemahaman murid-murid lainnya. Hal ini membuatnya berhak atas kedudukan sebagai wakil Syaikh, dan memenuhi syarat untuk memberi pengajaran kepada murid-murid angkatan berikutnya. Dia yang telah pasrah berserah diri kepada kehendak Ilahi dan menyaksikan kehendak Ilahi dibalik setiap kejadian berarti telah memperoleh pemahaman yang sempurna.

Kita memang tidak menyukai segala tindak kejahatan, dan kita musti berusaha keras semampu kita untuk memperbaiki kekeliruan itu. Tetapi kita musti melihat segala sesuatunya dari sudut pandang kebijaksanaan dan berusaha bersabar semampu kita dalam menghadapi perbuatan-perbuatan jahat orang lain, dengan pemahaman bahwa Tuhan memang telah mengijinkan mereka mengikuti dorongan hati untuk melakukan kebodohan. Kita jangan membenci mereka, tapi mengharapkan agar mereka menyadari segala kekeliruan tindakan mereka melalui kesadaran nurani dan akal yang telah dianugerahkan Allah kepada setiap orang dan seluruh umat manusia.

Dialah "Yang Membolak-balikkan Hati" dan adalah merupakan kearifanNya untuk menyempurnakan proses membaliknya hati melalui cara kebebasan untuk memilih yang merupakan karuniaNya kepada hamba-hambaNya, tidak dengan jalan paksaan. Tapi didalam kebebasan ini dituntut pertanggungjawaban, karena dihari akhir nanti, kita akan ditanya akan semua perbuatan-perbuatan kita, dan Dia akan bertanya: "Bukankah Aku sudah memberimu akal dan hati nurani untuk membedakan yang benar dengan yang salah? Apakah Aku menciptakanmu hanya sebagai hewan-hewan yang bodoh? Mengapa kamu tidak menggunakan anugerah-anugerah yang telah Kukaruniakan, tapi kamu malah menjadi budak dari egomu?"

Kebijaksanaan memerintahkan kita mengikuti jalan menuju kesempurnaan diri. Kapasitas untuk mengikuti jalan seperti itu adalah suatu karunia Ilahiah. Tidak mengikuti jalan itu berarti tidak mencapai pemenuhan potensi diri kita yang sesungguhnya, dan itu merupakan hal yang memalukan dan aib bagi kita.



Di-post oleh Suntan Hidayat

No comments: